Semenjak kami menempati kelas ini. Banyak hal aneh yang terjadi di kehidupan kami. Kami sadar akan hal itu, hal yang menjelaskan tentang adanya... Murid ke-24.
ððð
“Au! Pegel banget nih pinggang rasanya!” rintih Gazevati Putri Adelis, yang biasa di panggil Gaze. Sahabatku yang sangat aneh. Kasihan juga kalau harus mendengar tuntutannya agar kami memanggilnya Putri, tapi mau diapakan lagi, nama Gaze itu sudah sangat membius di SMPN 2 Pangkalpinang ini. Dari kelas 7, sampai kelas 9.
“Emang kamu pikir aku gak pegel apa? Lagian tega banget sih tuh guru. Masa’ cuma gara-gara kita buang gelas plastik gak tepat di tempat sampah aja, kita sampe kena hukuman lari 5 keliling lapangan?!” rintih Alya Sabrina Aliski yang biasa dipanggil Yasab. Namanya sama dengan namaku! Tapi karena faktor kepopularitasan, yang beruntung mendapatkan nama alya alias aya adalah aku!
“Mana minumku?” tanyaku kehausan. Telapak kaki kananku merasakan sesuatu yang aneh. Dingin, lembab, menghanyutkan, MINUMKU! Minumku sudah terkapar di bawah meja Gaze! Ah... semuanya tumpah, haus!
“Lah? Kok air minum lo bisa nyasar kesana sih, Ya? Emang nasib Ya...” kata Gaze sambil menepuk-nepuk pundakku. Aku tahu maksud dari kalimat terakhirnya, ia mengejekku. Kurang ajar!
“Uh. Biarin aja deh. Beli minum baru aja” kataku sambil melangkahkan kakiku keluar dari kelas.
ððð
“One, two, one two three go!”.
Hufh... Anas dan Ditha mulai beraksi lagi. Mereka berdua berdiri di depan kelas, mengisi jam pelajaran yang kosong dengan dance eksotis mereka.
“Hahaha!”. Hampir seluruh anak kelas 9a tertawa melihat tingkah mereka berdua, termasuk aku. Gila, ketua kelas kayak gini modelnya. Tapi bagus sih, disaat harus serius, dia akan menjadi ketua kelas yang tegas, tapi kalau gak serius, SEMBRONO!
“Aduh... sumpah deh tuh anak. Narsis banget dah. Ngakak gue ngeliatnya!” ucap Rizky terengah-engah karena tak tahan melihat tingkah konyol Anas dan Ditha.
“Hei! Itu ucapan gue! Tukang ngopy lo!” kata Gaze protes.
Mulai berdebat lagi deh!
Rizky Putri Pratiwi, sahabatku yang religius banget. Walau religius, sekalinya brutal, tunggu! Kapan dia pernah bertingkah brutal? Halah... dia selalu menjadi cewe yang kalem dan menghibur. Pantes aja kalo banyak cowo naksir bahkan rela bermalu-malu di depan umum demi mendapatkan jawaban sempurna darinya.
“Au!” rintih Ditha tiba-tiba. Ada apa? Lagi ketawa-ketiwi kok tiba-tiba berhenti?
“Au, kakiku!” rintih Ditha menangis. Kakinya berdarah! Ia terkena sudut lantai tengah kelas, kakinya terbaret.
Beberapa anak kelas 9a menghampirinya, gak termasuk aku. Aku cukup melihat dari jauh. Habis aku rasa space untuk nyelip udah gak memungkinkan lagi, otomatis kalo mau ngeliat harus jinjit-jinjit gak jelas.
Ditha dituntun dengan Feby dan Anggi segera dirujuk ke UKS. Suasana di kelas menjadi hening, Anas sang ketua kelas yang biasanya bersujud-sujud karena Ditha mewek, kali ini terdiam kaku di tempat duduknya.
“Cemas?” godaku.
“Enggak lah! Ngapain juga cemas sama dia?!” kata Anas bernada. Nadanya sangat meyakinkan, kayaknya nih orang emang gak cemas sama Ditha deh. Tapi kok mukanya pucet sih? Eh, bukannya aku peduli ya! Aku cuma bingung aja!
“Terus, kenapa muka kamu pucet gitu? Kalo gak cemas sama Ditha, apalagi?” goda Yasab.
“Ih, aku emang lagi cemas, tapi... bukan cemas sama kondisi Ditha! Aku cemas sama insiden yang dia alami. Dari gaya dia jatuh, aku gak nyangka banget” kata Anas.
“Gak nyangka kenapa?” kataku menginvestigasi.
“Kalian liat kan waktu Ditha nge-dance? Waktu gue liat gaya dia nge-dance, gaya dia itu mantep banget, dan gak mungkin kalo sampe jatoh terkapar kayak gitu” kata Anas sok serius. Emang dasar tukang gosip, kalo udah hubungannya sama gosip, gak mungkin ada yang bisa nandingin ocehannya deh!
“Kalo di pikir-pikir, iya juga sih. Gue liat tadi, si Ditha itu kakinya mantep banget. Dan setelah gue analisis... kemungkinan Ditha jatuh kayak gitu itu, kalo gak karena didorong, pasti ada yang ganggu. Tapi siapa? Gak ada yang negdeketin Ditha waktu itu” kata Gaze dengan gaya detektifnya. Detektif alay yang hobi ngopy ucapan orang lain.
Suasana berubah menjadi hening, hanya suasana disekitar kami. Kalau suaasana di luar kelas, tetap ramai, walau tak seramai sebelumnya.
“Murid ke-24” ucap Iptah dengan nada mistik. Aduh... tuh anak emang nyeremin banget sih nadanya. Udah tau suasana lagi nyeremin, nada bicara tambah lagi nyeremin. Jadi deh ini kelas jadi kelas mistik.
“Eh, iya. Topik yang pernah jadi trending topic di kelas ini. Mungkin aja tuh!” kata Yasab dengan tatapan serius.
“Hei, jangan ngomong ngawur!” kataku tak enak. Atmosfer di kelas ini makin lama makin hangat saja. Bahkan aku rasa, yang berada di dekatku sekarang bukan hanya 7 orang saja, tapi seperti... 8 orang.
“Udah lah, gak usah ngomongin kayak gituan, jadi aneh rasanya” ucap Gaze gelisah. Aku juga merasakan kegelisahan saat ini. Apa benar ada murid ke-24 di kelas ini? Tidak ah, hanya 23.
ððð